WIRANTO DUKUNG FATWA MUI SOAL MEDSOS


JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mendukung adanya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial. Wiranto menilai, fatwa ini penting mengingat beredarnya berbagai informasi bohong atau hoax di masyarakat akhir-akhir ini justru membuat masyarakat terganggu.

“Hoax itu selalu menampilkan suatu berita yang terkadang tendensius. Berita hoax juga berita yang tidak benar, berita yang kemudian bisa menanamkan sutu kebencian satu dengan yang lain, berita yang memelesetkan katakanlah membuat defiasi dari fakta yang ada,” ujar Wiranto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (6/6).

Dia mengatakan, apabila kondisi ini dibiarkan justru akan membuat masyarakat sulit membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Masifnya penggunaan medsos saat ini tak dapat dipungkiri. Karena itu, jika terdapat pihak tertentu yang bermaksud mengacaukan masyarakat melalui berita hoax, maka pemerintah harus menghentikannya.

“Misalnya saja sekarang teroris sudah menggunakan teknologi cyber, apa kita biarkan? Perakit bom dengan cara-cara teknologi baru, teknologi informasi yang ada, apa kita biarkan,” ujarnya.

Sebab itu, pemerintah pun kemudian menyiapkan sejumlah langkah untuk menghentikan kondisi ini, salah satunya yakni dengan adanya satgas antipropaganda daan provokasi. Kendati demikian, Wiranto juga menilai, kesadaran masyarakat akan bahaya informasi hoax juga dapat menghentikan penyebaran berita-berita bohong tersebut.

“Tapi kesadaran itu yang belum kita miliki, maka kemudian kita munculkan lagi pemantapan Pancasila, pemantapan bela negara,” kata dia. Wiranto pun menekankan pentingnya peran tokoh masyarakat untuk mengingatkan masyarakat agar tidak melanggar hukum, salah satunya dengan menyebarkan berita-berita hoax.

Fatwa MUI tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial ini ditetapkan pada 13 Mei lalu. Fatwa dikeluarkan menanggapi banyaknya kasus hukum yang muncul melalui media sosial, seperti fitnah, ujaran kebencian, bullying, permusuhan, hoax, intimidasi, pornografi, dan lain-lainl.

Menurut Sekretarus Komisi Fatwa MUI, Asrorun Ni’am Sholeh, terdapat sembilan poin yang menjadi ketentuan hukum dalam fatwa tersebut. Di antaranya yakni setiap Muslim yang bermuamalah di media sosial diharamkan untuk melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan. Selain itu, MUI juga mengharamkan hoax dan menyebarkan materi pornografi.

Sumber ; republika.co.id

Comments